“Ideologi Harus Sesuai Hukum dan Nilai Setempat”
Ketika agama berubah menjadi —meminjam ungkapan Gus Dur—aspirasi, maka yang tampil ke muka adalah wajah garang agama. Wajah itu dipenuhi jerawat dan bisul kepentingan-kepentingan yang pastinya bukan-agama—profan. Ini jelas menjadi problem. Bagaimana menyikapinya? Berikut wawancara eksklusif elsapage.com dengan Frans Magnis-Suseno, Rektor STF Driyarkara di Teater Utan Kayu Jakarta Timur, 17/03/08, 21.54 WIB seusai diskusi “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan” dalam rangka ulang tahun Jaringan Islam Liberal (JIL) Ke-7.
Belakangan ini, mulai marak apa yang disebut Ideologi Islam Transnasional. Sebagai seorang Nasionalis dan Pancasilais, apa pendapat Romo?
Bagi saya, Islam terutama sebagai sebuah agama, sudah tentu memiliki sifat transnasional. Kalau sebagai ideologi, tentu ada unsur-unsur yang non-agama. Sebab itu, tentu ia harus menyesuaikan diri dengan ideologi-ideoogi, dan terutama dengan sistem hukum dan sistem nilai yang berlaku di tempat masing-masing.
Jadi, universalitas Islam itu ada dalam sisi keagamaannya. Sedang Islam sebagai ideologi perjuangan itu OK, asal sesuai dengan sistem nilai dan sistem hukum masing-masing tempat.
Kemarin ada kekhawatiran, seperti kata Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi bahwa Ideologi Islam Transnasional itu mengancam NKRI dan Pancasila. Benarkah demikian?
Ya. Kemungkinan itu ada, tergantung bagaimana ideologi-ideologi itu. Saya tidak mau masuk (dalam perdebatan itu, red). Ideologi Transnasional secara sah dapat dipakai dalam sebuah tempat bila sesuai dengan sistem hukum dan nilai. Kalau tidak sesuai, —Pak Hasyim yang menilai— ya tidak bisa. Tapi itu tidak otomatis. Dan tidak berlaku pada agama (apapun, red) sebagai agama (religion).
Harus ada penyesuaian?
Ya. Ideologi apapun harus sesuai dengan sistem hukum dan sistem nilai di masing-masing tempat. Itu belaku bagi semua ideologi, kecuali dalam akseptasi moral.
Bagaimana ukuran kesesuaiannya?
Itu kata lain untuk mengatakan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila harus sepenuhnya dihormati.
Wawancara untuk Buletin at-Taharuriyah edisi X, silahkan klik www.elsapage.com
Ketika agama berubah menjadi —meminjam ungkapan Gus Dur—aspirasi, maka yang tampil ke muka adalah wajah garang agama. Wajah itu dipenuhi jerawat dan bisul kepentingan-kepentingan yang pastinya bukan-agama—profan. Ini jelas menjadi problem. Bagaimana menyikapinya? Berikut wawancara eksklusif elsapage.com dengan Frans Magnis-Suseno, Rektor STF Driyarkara di Teater Utan Kayu Jakarta Timur, 17/03/08, 21.54 WIB seusai diskusi “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan” dalam rangka ulang tahun Jaringan Islam Liberal (JIL) Ke-7.
Belakangan ini, mulai marak apa yang disebut Ideologi Islam Transnasional. Sebagai seorang Nasionalis dan Pancasilais, apa pendapat Romo?
Bagi saya, Islam terutama sebagai sebuah agama, sudah tentu memiliki sifat transnasional. Kalau sebagai ideologi, tentu ada unsur-unsur yang non-agama. Sebab itu, tentu ia harus menyesuaikan diri dengan ideologi-ideoogi, dan terutama dengan sistem hukum dan sistem nilai yang berlaku di tempat masing-masing.
Jadi, universalitas Islam itu ada dalam sisi keagamaannya. Sedang Islam sebagai ideologi perjuangan itu OK, asal sesuai dengan sistem nilai dan sistem hukum masing-masing tempat.
Kemarin ada kekhawatiran, seperti kata Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi bahwa Ideologi Islam Transnasional itu mengancam NKRI dan Pancasila. Benarkah demikian?
Ya. Kemungkinan itu ada, tergantung bagaimana ideologi-ideologi itu. Saya tidak mau masuk (dalam perdebatan itu, red). Ideologi Transnasional secara sah dapat dipakai dalam sebuah tempat bila sesuai dengan sistem hukum dan nilai. Kalau tidak sesuai, —Pak Hasyim yang menilai— ya tidak bisa. Tapi itu tidak otomatis. Dan tidak berlaku pada agama (apapun, red) sebagai agama (religion).
Harus ada penyesuaian?
Ya. Ideologi apapun harus sesuai dengan sistem hukum dan sistem nilai di masing-masing tempat. Itu belaku bagi semua ideologi, kecuali dalam akseptasi moral.
Bagaimana ukuran kesesuaiannya?
Itu kata lain untuk mengatakan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila harus sepenuhnya dihormati.
Wawancara untuk Buletin at-Taharuriyah edisi X, silahkan klik www.elsapage.com
Comments