Saya lahir dan besar di Lampung. Sejak kecil Bapak sering bercerita bahwa Mbah saya ada di Kebumen, Jawa Tengah, di sebuah kampung bernama Mangunranan.
Mbah Putri, Mbah Ngaliyah juga sering cerita tentang Mangunranan.
Sejak itulah saya penasaran dengan Mangunranan.
Meski sejak 2001 saya sekolah di Semarang, tapi belum ada kesempatan untuk berkunjung ke Mangunranan.
Tahun 2009 saya pernah menyempatkan diri ke Mangunranan sebentar dan hanya bertemu Mbah Muhyidin.
Tapi saat itu cuma bisa bertemu sangat sebentar, tak lebih dari 1 jam karena berburu dengan kegiatan lain.
Tahun 2024 ini saya ingin kembali melacak leluhur di Mangunranan, Kebumen, Jawa Tengah.
Tapi saya sudah lupa-lupa ingat. Sudah 15 tahun berselang.
Saya nekat saja. Pikir saya, mumpung masih bulan Sya'ban. Bisa sekalian nyadran ke makam. Mumpung saya di Jogja. Gas sajalah...
* * *
Sabtu sore (09/03/24) saya menghubungi Mas Asep, kakak sepupu, yang tinggal di Jogja.
Malamnya saya main ke rumah Mas Asep. Saya tanya apakah ada nomor telepon keluarga di Mangunranan yang bisa saya hubungi. Ternyata Mas Asep tidak punya.
Tapi dari Mas Asep saya dapat informasi bahwa setiap tahun sekali ada khaul di Mangunranan atau di Banjar, Jawa Barat.
Lokasinya bergantian setiap tahun. Tapi beberapa tahun ini acara ini mandeg.
Ahad pagi saya telpon Pakdhe Zuhri, ayah dari Mas Asep untuk mencari tahu apakah ada nomor telepon keluarga di Mangunranan. ternyata tidak ada.
Saya kemudian minta nama-nama sesepuh yang ada di Mangunranan. Diberikanlah nama Mbah Munawir, Mbah Sengud, dan Mbah Muhyidin.
Selepas sarapan yang agak kesiangan, saya meluncur dari Krapyak ke Barat. Sengaja saya lewat jalur pansela Deandles agar lebih nyaman untuk bermotor.
Sampai di perbatasan Purworejo-Kebumen saya mendapati banyak kios yang menjual jambu kristal. Saya beli 3 kg untuk oleh-oleh Mbah.
Pukul 13.30 saya sampai di Balai Desa Mangunranan, tempat yang paling mudah dijujug. Saya mampir ke Masjid di timur Balai Desa.
Di situ saya menelpon Bapak untuk tanya lokasi di mana rumah Mbah berada.
Bapak dulu pernah ke Mangunranan pada tahun 1970 atau 1980-an. Itu lima puluh empat tahun lalu. Sudah banyak berubah di Mangunranan ini.
Bapak memberikan saran.
Carilah rumah Mbah Munawir yang rumahnya timur Masjid. Atau Mbah Muhyidin yang dulu pernah jadi pamong desa.
Saya kemudian menemui Mbah-mbah putri yang sedang menjemur padi di depan masjid.
Darinya saya tahu bahwa Mbah Munawir sudah tiada. Mbah Sengud juga sudah tiada. Yang masih ada adalah Mbah Muhyidin.
Segera saya minta ancar-ancar lokasi rumahnya Mbah Muhyidin. [n]
Comments