Makam Sayang Dirsan Kakung |
Setelah bertemu Lek Syapingi Mbah Muhyidin segera mengutarakan maksud. Bahwa saya ingin diantarkan untuk berziarah ke makam Mbah Buyut Madirsan.
Saya tanya, "Lek Sapingi benjang saget?"
"Wah, besok saya dodos pari. Tadi belum selesai."
"Kalau sekarang pripun?"
"Yo ra popo."
Saya terus pamit mengantarkan Mbah Muhyidin pulang dan segera kembali ke rumah Lek Sapingi.
Bersama Lek Sapingi saya kembali ke pemakaman desa Mangunranan yang tadi.
Rupanya Mbah Buyut Madirsan dimakamkan hanya berselang 15 meter, timur pusara Mbah Buyut Sardini.
Nisannya sudah sepuh. Makam Mbah Kakung nisannya utuh.
Sedangkan nisan Mbah Putri tampak seperti dipangkas agar ada tanda cekungan untuk menandai bahwa yang sumare adalah seorang perempuan.
Makam Sayang Dirsan Putri. |
* * *
"Iki sekare Sayang Dirsan Kakung. Iki Sayang Dirsan Putri", kata Lek Syapingi menunjukkan nisan sepuh.
Saya agak kaget kok dipanggil "Sayang Dirsan". Tapi itu nanti kita bahas...
Saya langsung bersimpuh. Sama seperti tadi.
Kali ini ada perasaan haru, senang, dan perasaan aneh yang memenuhi rongga dada.
Ada rasa kangen yang lunas terbayar.
"Ah... Mbah, buyutmu ini datang menjengukmu."
Segera saya bersalam dan mengenalkan diri.
Lek Syapingi meminta saya untuk memimpin Tahlil.
Saya bacakan Tahlil dan doa.
* * *
Seusia tahlil saya ditunjukkan makam Mbah Sengud, yang nama aslinya Mas'ud.
Beliau wafat sekira 2 atau 3 tahunan yang lalu. Makamnya hanya berseling 3 nisan dari Mbah Buyut Sardini.
Mbah Sengud ini adalah adik kandung Mbah Zamzuri. Saya bacakan doa sebentar dan menancapkan kembang.
Saya kemudian diajak Lek Syapingi tahlil sebentar ke makam mertuanya yang hanya 20 langkah dari makam Mbah Sengud.
Saya makmum saja.
* * *
Saya kemudian tanya di mana pusara adik-adik Mbah Zamzuri.
Mbah Zamzuri ini adalah anak tertua.
Lek Syapingi bilang bahwa makam Mbah Izudin dan Mbah Solehudin ada di Desa Pekutan, sekitar 1 km ke arah barat dari Desa Mangunranan.
Saya cek aplikasi NU Online, 15 menit lagi Maghrib.
Kata Lek Syapingi, cukup kok waktunya.
Lek Syapingi kemudian mengantarkan saya ke makam Pekutan.
Gass...
Kami melewati kebun kelapa dan sawah dengan padi yang sudah menunggu tua tapi terkena angin kemarin sore sehingga banyak yang rubuh. Kasihan para petani.
Comments