Skip to main content

Posts

KUIKKON

A: Ustad, gimana hasilnya? B: Jangan percaya sama hasil kuikkon. Itu semua sudah dibeli sama penguasa untuk menggiring opini. A: Tapi partai antum dapat banyak, Ustad. Lebih dari 10%. B: Ya ya ya.... Alhamdulillah.... Sudah benar itu kuikkon. Insyaallah hasil akhirnya tidak meleset. A: krik krik krik krik.....

Workshop Aksara Pegon Taman Litera

Tahukah Anda? Tulisan yang sedang Anda baca ini adalah bahasa Indonesia yang ditulis menggunakan Aksara Latin atau Abjad Rumi. Lalu tahukah Anda? Aksara Latin belum lama kita gunakan dalam keseharian. Setidaknya aksara latin baru populer sejak Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan Kebijakan Politik Etis pada awal abad ke-20. Sebelum itu, berabad-abad lamanya bangsa kita menggunakan bahasa dan aksara daerah untuk berkomunikasi secara tertulis di daerah-daerah. Dan ketika berkomunikasi antar daerah, bangsa kita menggunakan bahasa Melayu pasar dan aksara Pegon atau aksara Jawi. Aksara Pegon dan Aksara Jawi selama berabad-abad menjadi aksara resmi ratusan Kesultanan di Kepulauan Nusantara, Melayu, hingga Filipina. Bahkan pemerintah Kolonial Belanda juga menggunakan aksara ini dalam dokumen-dokumen resminya. Puluhan ribu kitab dari berbagai disiplin keilmuan dikarang dalam berbagai bahasa mulai dari Sunda, Jawa, Lampung, Madura, Banjar, hingga Melayu. Mayoritas kita

Segmentasi Elektoral

Strategi politik elektoral biasanya dijalankan sesuai dengan segmen yang ditarget. Untuk kaum yang primordial-mindset, disiapkan politik identitas. Untuk kaum yang nasionalis, disiapkan isu asing dan aseng. Untuk kaum terdidik dan aktivis, disiapkan media kritis. Kalau perlu dalam wujud multimedia, film, diputar di sana sini, dlsb. Untuk kalangan NU, disiapkan tokoh NU. Untuk kalangan Muhammadiyah, ya disiapkan tokoh MD. Untuk kalangan ekonomi bawah, disiapkan isu ekonomi, bila perlu disiapkan sembako sekalian. Sesuai segmenlah... Hehe  😁 Sebab itu, yang perlu dilakukan adalah kita harus kembali ke akar. Akar adalah (secara berurutan): 1. karakter dasar calon pemimpin, 2. rekam jejak, 3. visi, misi, 4. keluarga dekatnya, 5. orang-orang di sekitarnya. Udah.

Khilafah bukan Bagian dari Syariat

Jika khilafah merupakan bagian dari Syariat, tentu Rasul akan mendirikan khilafah atau mengangkat dirinya sebagai Khalifah. Faktanya, sampai Rasul wafat, Rasul tak pernah melakukan itu. Padahal Rasul punya kuasa penuh untuk melakukannya. Itu artinya, khilafah bukan bagian dari syariat. Karena agama Islam sudah sempurna saat Rasul wafat (baca QS Al Maidah: 3). Sebab itulah sangat wajar jika tidak ada ayat yang menuturkan kata khilafah. Jika semua hal yang tidak ada dalilnya adalah sebuah bi'dah, maka bisa dibilang khilafah adalah bagian dari bi'dah. Lalu bagaimana posisi khilafah dalam Islam? Khilafah adalah perkara ijtihadiyah. Khilafah tidak berada pada domain aqidah. Sebab itulah rukun Islam ataupun rukun iman tidak mencantumkan khilafah. Maka mengingkari atau menerima khilafah tidak ada sangkut pautnya dengan keimanan seseorang. Menolak khilafah tidak mengganggu iman. Nah... Ketika khilafah berada pada domain ijtihadiyah, maka ia berada pada spektrum ruang dan waktu. Seb

Mengomeli Presiden

Gus Dur yang kala itu menjabat Presiden, orang nomor satu di negeri ini bisa bersikap rendah hati dan sabar saat dimarahi dan dibentak oleh seorang istri protokoler Istana. “Bapak nggak pernah merasa tinggi hati, misalnya gini, kan ada tuh Kepala Protokol Istana dia cerita. Bapak pernah telepon dia jam 04.00 WIB pagi. Kan Bapak memang sudah bangun jam segitu, jam 05.00 WIB bapak itu mulai terima tamu sambil jalan kaki dan bapak itu suka mendadak ingin ketemu siapa hari itu dan biasanya telepon protokol,” ucap Inayah mengawali cerita. Saat itu memang Kepala Protokol baru pulang malam. Gus Dur lalu menelepon menggunakan nomor ajudannya pukul 04.00 WIB pagi. Kebetulan yang menganggat telepon istri Kepala Protokol. “Jadi pas di layar HP muncul nama ajudan kan. Diangkat sama istrinya dengan nada tinggi “Siapa inih?” “Abdurrahman,” jawab Gus Dur. “Mau ngapain!” tanya istri protokol dengan nada tinggi. “Mau bicara sama Pak Wahyu ada?” jawab Gus Dur dengan logat Jawanya. “Nggak ada! Tidur P

Workshop Karya Tulis Ilmiah ISNU (Arsip)

*IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA (ISNU) LAMPUNG TIMUR* Membuka pendaftaran Workshop Karya Tulis ilmiah Menenun Sejarah Islam Lampung. Workshop ini terbuka bagi seluruh badan otonom yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama, seperti IPNU, IPPNU, PMII, KMNU, MATAN, Ansor, Banser, Fatayat, Pergunu, Pagar Nusa, Kopri, IMANU, GMNU, Gemasaba, LTN, LWP, HPN, HIPSI, Jatman, dan lain-lain. Untuk mengikuti Workshop silakan mendaftar di sini: https://docs.google.com/…/1cmbmKpv75ikojXfdk4uqsIYgPh…/edit… *TIME LINE KEGIATAN* 🗓 12-20 Maret 2019 (Pendaftaran) 📧 21 Maret 2019 (Pengumuman Peserta) ☎ 22 Maret 2019 (Konfirmasi Kesediaan Peserta) 🛫 23-24 Maret 2019 (Pelaksanaan Kegiatan) *PERSYARATAN* - Berusia 17-30 tahun - Anggota banom di lingkungan Nahdlatul Ulama, diutamakan pengurus. -Mengikuti akun Media Sosial ISNU Lampung Timur. -Memposting info ini ke akun Sosmed Anda dengan menge-tag akun ISNU Lampung Timur dan lima teman dekatmu. -Siap melakukan kajian dan penelitian tentang Islam Lamp

Catatan Kecil tentang MA Tajul Ulum Brabo Grobogan

Sebagai seorang anak yang lahir dan besar di pedalaman Lampung, bisa mengenyam pendidikan di Jawa adalah sebuah impian yang tidak mudah untuk diwujudkan. Impian ini diam-diam tumbuh dalam benak sejak saya duduk di kelas 5 SD, sekira tahun 1997. Saat itu saya diajak paman untuk ikut program Ziarah Walisongo, dari Banten hingga Madura. Saat singgah di Kudus, hati saya langsung tertambat dengan suasana santri dan pelajar yang memenuhi gang di sekitar Menara Kudus selepas Subuh. Saat itulah saya berazam untuk mondok di Jawa, tepatnya di Kudus. Sayangnya, orangtua masih berat untuk melepas putra sulungnya dalam usia yang sehijau itu. Saya harus menunggu sampai nyaris lima tahun kemudian, yakni pada tahun 2001 seusai menamatkan studi di MTs. Berdasar saran dari Guru, pilihan kemudian jatuh bukan di Kudus, tetapi di Brabo. Pilihan yang membuat saya agak kurang bersemangat pada mulanya. Tetapi karena memang azam saya ingin nyantri di Jawa, ya bismillah nawaitu saja. Begitu sampai ke Pasar G